![]() |
Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, dan Ir. Sukarno, Proklamator Indonesia. |
Cimahi Aktual - Hari Asyura (10 Muharram) bukan hanya hari duka, tetapi api yang membakar semangat perjuangan sepanjang sejarah. Di Padang Karbala - cucunda Nabi Muhammad SAW - Imam Husain bin Ali menolak tunduk kepada penguasa zalim, memilih syahid daripada menanggalkan prinsip kebenaran.
Semangat inilah yang menyala dalam dada para pemimpin perlawanan diberbagai era, termasuk Sayyid Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran, dan Ir. Sukarno, Proklamator Indonesia. Keduanya menyalakan lentera perlawanan atas nama keadilan, anti-penjajahan, dan kebebasan rakyat tertindas—terutama dalam menentang imperialisme global dan zionisme Israel.
Karbala: Api Perlawanan Abadi
Peristiwa Karbala bukan sekadar tragedi historis, tapi manifestasi nyata pertarungan antara haq dan bathil, antara cahaya keadilan dan kegelapan tirani. Imam Husain bangkit bukan demi ambisi politik, melainkan untuk menyelamatkan nilai-nilai Islam yang dirusak oleh penguasa tiran Yazid bin Muawiyah, Dinasti Bani Umayyah.
“Setiap hari adalah Asyura, dan setiap tempat adalah Karbala”
Sebuah ungkapan yang menjadi pedoman spiritual-politik perlawanan kaum mustadh’afin dimanapun dan kapanpun.
Bung Karno: Semangat Husainiyah dalam Nasionalisme Revolusioner
Bung Karno tidak hanya dikenal sebagai bapak bangsa, tetapi juga sebagai orator pembebasan rakyat dunia. Dalam sebuah kutipan, Bung Karno berkata:
"Husein adalah panji berkibar yang diusung oleh setiap orang yang menentang kesombongan di zamannya, dimana kekuasaan itu telah tenggelam dalam kelezatan dunia serta meninggalkan rakyatnya dalam penindasan dan kekejaman."
Bung Karno memahami makna revolusioner dari spirit Husaini. Ia menolak imperialisme, menentang kolonialisme, dan tak pernah mengakui pendirian negara Israel karena berdiri diatas penjajahan rakyat Palestina.
"Selama kemerdekaan Bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah Bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel."
(Sukarno, Konferensi Asia-Afrika, 1955)
Sayyid Ali Khamenei: Imam Husain sebagai Poros Muqawamah
Bagi Ayatullah Khamenei, Karbala bukan hanya kisah sejarah, tetapi peta jalan perjuangan. Ia memposisikan Imam Husain sebagai simbol keberanian menolak dominasi global. Khamenei menggambarkan Israel sebagai "Yazid modern", dan menegaskan bahwa membela Palestina adalah kelanjutan dari revolusi Karbala.
Khamenei membentuk Poros Perlawanan (Axis of Resistance) yang mencakup Iran, Hizbullah, milisi di Irak dan Yaman, serta faksi-faksi Palestina. Semua bergerak dalam semangat Hayhat minna al-dzillah (pantang hidup hina).
Karbala Melawan Zionisme: Yazid Lama dalam Wajah Baru
Zionisme sebagai ideologi poltik imperialis modern berbasis radikalisme agama Yahudi dan rasisme bani Israel merebut tanah Palestina, mengusir penduduknya, dan menindas dengan dalih agama.
Bagi Bung Karno dan Khamenei, Karbala bukan sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, melainkan simbol perjuangan abadi umat manusia melawan penindasan. Dalam semangat ini, Yazid hadir dalam berbagai bentuk: dari kolonial Belanda, hegemoni Amerika, hingga kekejaman rezim Zionis.
Kita semua Husain di Karbala masa kini
Dunia terus berubah, tapi pertarungan antara keadilan dan kezaliman tak pernah berhenti. Dari podium di Bandung, hingga mimbar di Teheran, semangat Imam Husain hidup dan memberi inspirasi.
Sebagaimana Bung Karno mengangkat Husain sebagai panji pembebasan dari penindasan, dan Sayyid Khamenei menjadikannya kompas spiritual-politik melawan imperialisme dan zionisme, maka umat manusia hari ini perlu menyadari: Asyura adalah panggilan nurani, dan Karbala adalah medan kita semua. ***jkusuma-chatgpt***
0 Komentar