Aktual

Doa di Tengah Kegelapan Biasa: Sebuah Renungan tentang Banalitas Kejahatan

Paradoks Doa: Hannah Arendt dan Banalitas Kejahatan

 Cimahi, Cimahi Aktual — Sebuah renungan mendalam tentang makna kejahatan kembali menggugah kesadaran publik, setelah beredarnya video bertajuk “Paradoks Doa: Hannah Arendt dan Banalitas Kejahatan.” Video ini mengupas sisi gelap kemanusiaan melalui pandangan filsuf politik Hannah Arendt yang dikenal lewat analisisnya terhadap sosok Adolf Eichmann—bukan sebagai monster, melainkan manusia biasa yang berhenti berpikir.

Dalam video tersebut dijelaskan bahwa akar dari kejahatan besar dalam sejarah tidak selalu lahir dari kebencian mendalam, melainkan dari kekosongan refleksi dan kepatuhan tanpa kritik. Arendt menyebut fenomena ini sebagai banalitas kejahatan—sebuah kondisi ketika kejahatan menjadi “biasa” karena dilakukan oleh orang-orang yang sekadar menjalankan tugas, tanpa pernah bertanya tentang akibat moral dari tindakannya.

Eichmann, tokoh yang diadili atas keterlibatannya dalam Holocaust, digambarkan bukan sebagai sosok iblis, melainkan birokrat efisien yang sibuk mengatur jadwal kereta dan laporan logistik pengiriman manusia ke kamp konsentrasi. “Ia bukan pembenci fanatik, tapi seseorang yang tak mampu berpikir dari sudut pandang orang lain,” demikian dikutip dalam renungan tersebut.

Paradoksnya, manusia modern kerap berdoa agar dijauhkan dari kejahatan, namun lupa bahwa potensi untuk berbuat jahat sesungguhnya bersemayam di dalam diri setiap orang. Kejahatan bisa tumbuh dari kepatuhan, dari rutinitas yang tak lagi dipertanyakan. “Kita bisa menjadi Eichmann kecil ketika menandatangani kebijakan yang menggusur kaum lemah, atau ketika diam di hadapan ketidakadilan demi kenyamanan sosial,” tulis penulis renungan, Didin Tulus.

Menurutnya, doa sejati bukanlah pelarian dari tanggung jawab berpikir, melainkan keberanian untuk terus melakukan refleksi moral. “Doa bukan pengganti dari pikiran. Ia adalah kekuatan untuk bertahan agar tidak berhenti berpikir,” lanjutnya.

Arendt meyakini, proses berpikir adalah bentuk doa yang paling sunyi sekaligus paling radikal—sebuah upaya untuk menjaga agar manusia tetap manusia, di tengah dunia yang sering kali menormalisasi kegelapan.

Renungan ini mengingatkan bahwa dalam kehidupan modern yang penuh perintah dan rutinitas, berpikir kritis bisa menjadi bentuk doa yang paling jujur—doa agar kita tak pernah menjadi “orang baik” yang diam di hadapan kejahatan.

(5/11/2025)

Penulis: Didin Tulus
Editor: Ghaza

0 Komentar

Iklan Banner

Pasang Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close