Aktual

Dapur MBG di Bogor Buka Perdana, Terungkap Fakta Mengejutkan di Balik Masalah Makanan Basi

Makan Bergizi Gratis
 Bogor, Cimahi Aktual – Sebuah kisah yang mencuat dari dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bogor tengah menjadi sorotan publik. Pada hari pertama pembukaan dapur tersebut, terungkap sejumlah fakta mengejutkan yang menjelaskan mengapa banyak kasus makanan basi yang sering dikeluhkan, khususnya di kalangan siswa SMP, SMA, dan SMK.

Seorang chef yang dipercaya memimpin dapur MBG di Bogor mengungkapkan pengalaman yang cukup melelahkan. Ia diketahui bekerja sendiri sejak pukul 00.00 WIB hingga siang hari untuk memastikan ratusan porsi makanan siap didistribusikan ke sekolah-sekolah. Tanpa asisten yang memadai, proses memasak berlangsung hingga pukul 12.30 WIB.

Menurut chef tersebut, kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar dapur MBG hanya dioperasikan oleh warga sekitar yang tidak memiliki latar belakang profesional di bidang tata boga. Pekerja lokal tersebut disebut hanya bersedia bekerja selama delapan jam, sehingga banyak masakan harus dibuat sejak dini hari agar mereka bisa pulang tepat waktu. Akibatnya, makanan selesai diproduksi terlalu cepat, yakni sekitar pukul 04.00 WIB.

Sayur dan makanan basah hanya memiliki holding time sekitar enam jam. Jika makanan disiapkan pukul 04.00 pagi, masih aman dikonsumsi oleh siswa TK dan SD yang istirahat pukul 09.00 pagi. Namun, bagi siswa SMP hingga SMK yang makan siang pukul 12.00, makanan tersebut sudah berpotensi basi dan berbahaya,” ungkapnya.

Lebih mengejutkan lagi, dari ratusan dapur MBG yang tersebar, hanya 34 dapur yang terkonfirmasi mempekerjakan chef profesional beserta asistennya. Padahal, pemerintah saat ini baru mewajibkan keberadaan ahli gizi di setiap dapur MBG, tanpa aturan yang jelas mengenai keharusan memiliki tenaga profesional yang memahami teknik memasak dalam skala besar.

Ahli gizi memahami nilai gizi, tetapi sering kali mereka belum menguasai teknik eksekusi masakan dalam jumlah besar. Apalagi sebagian besar masih fresh graduate. Seharusnya, pemerintah membuat aturan agar setiap dapur MBG memiliki minimal satu chef profesional dan asisten,” tegasnya.

Di tengah kelelahan yang dirasakan, chef tersebut mengaku merasa terharu saat menerima kabar bahwa makanan yang ia masak disukai anak-anak dan guru-guru yang pertama kali mencicipinya. “Rasa capek langsung hilang ketika mendengar kabar itu,” ujarnya.

MBG Siap di Bagikan
Ia juga membagikan alasannya memilih bekerja sama dengan salah satu yayasan yang memiliki dapur MBG di Bogor. Dari 23 tawaran yang diterima, ia hanya tergerak oleh pernyataan tulus seorang pemilik yayasan yang berkata, “Saya ingin anak-anak tersenyum ketika menerima makanan dari dapur ini. Anggap mereka adik-adik kita. Tolong bantu saya. Habiskan anggaran yang ada, yang penting mereka bahagia dan sehat.”

Pernyataan itu dianggap sebagai visi yang kuat dan berbeda dari kebanyakan pihak lain.

Kisah ini membuka mata publik bahwa masalah makanan basi pada program MBG bukan sekadar teknis penyimpanan, tetapi juga terkait standar tenaga kerja di dapur. Jika tidak segera diatasi, bukan hanya kualitas makanan yang terancam, tetapi juga kesehatan anak-anak penerima program.

Pemerintah kini didesak untuk segera mengevaluasi regulasi MBG, terutama kewajiban penempatan chef profesional dan asistennya di setiap dapur agar distribusi makanan bergizi benar-benar aman dan layak konsumsi.(Asri)


0 Komentar

Posting Komentar

Iklan Banner

Pasang Iklan Disini

Type and hit Enter to search

Close